UNS — Guru Besar Bidang Ilmu Pencemaran Lingkungan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof. Dr. Prabang Setyono, S.Si., M.Si. menyampaikan materi mengenai Nilai Tambah Sinergisitas Perguruan Tingi (PT) dan Dunia Industri pada Kegiatan Kewirausahaan. Hal ini ia sampaikan saat menjadi narasumber workshop yang digelar Pusat Pengembangan dan Pengelolaan Mata Kuliah Umum (P3MKU) Lembaga Pengembangan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (LPPMP) UNS. Workshop digelar secara daring melalui Zoom Cloud Meeting, Senin (4/4/2022).
Prof. Prabang mengungkapkan bahwasanya Revolusi Industri 4.0 berdampak pada perubahan di segala aspek kehidupan. Salah satunya terjadi pergeseran dalam desain pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM).
“Ini menuntut kita untuk bisa menciptakan SDM yang unggul, berkualitas, dan mampu bersaing. Oleh karenanya, perlu sinergisitas kebijakan antara PT dengan dunia industri serta dunia kerja. Dengan demikian, dapat tercipta ekosistem yang gesit, cantik, dan lincah,” ungkap Prof. Prabang.
Untuk menciptakan SDM yang unggul, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) juga mendorong transformasi di bidang pendidikan tinggi melalui 8 Indikator Kinerja Utama (IKU). Dalam halnya Mata Kuliah Umum (MKU) Kewirausahaan di antaranya, mahasiswa mendapat pengalaman di luar kampus (magang, proyek desa, mengajar, riset, berwirausaha, dan pertukaran pelajar), kelas yang kolaboratif dan partisipatif (evaluasi menggunakan metode studi kasus), dan praktisi mengajar di dalam kampus (merekrut dosen dengan pengalaman industri).
“Program kewirausahaan harus benar-benar didorong. Karena kewirausahaan memiliki peran penting untuk mengisi gap antara dunia universitas dan dunia industri,” tambah Prof. Prabang.
Prof. Prabang menyebutnya sebagai strategy dual platform era industry 4.0. Perbedaannya terletak dari pertanyaan yang dilontarkan untuk dunia universitas “kamu tahu apa”, sedangkan dalam dunia industri “kamu bisa apa”.
“Maka, untuk mengatasi gap tersebut dapat dimulai dengan proses pembelajaran dari Mono & Intern disipliner ke Multi & Transdisipliner. Proses pembelajaran tidak lagi mengacu pada satu subyek pengetahuan, tidak lagi dikotak-kotakkan, bersifat fleksibel dan mampu menjangkau seluruh subjek pengetahuan. Kemudian dari Theori Building ke Problem Solving. Yang mana tidak hanya berfokus pada penyampaian teori tapi juga praktik, berfokus pada bagaimana cara menyelesaikan sesuatu, serta melihat permasalahan sosial sebagai problem solver. Selanjutnya dari Proses Oriented ke Outcome Oriented. Ini dapat dilakukan dengan lebih menekankan pada hasil produksi dari proses pembelajaran, mahasiswa mampu memberikan hasil konkrit atau pembelajaran sesama di kampus. Juga dari Rigid ke Flexible. Yakni tidak lagi kaku, menjadi lebih feksibel dan luwes, serta dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan jaman,” terang Prof. Prabang.
Prof. Prabang melanjutkan, strategi lain untuk mengatasi gap yakni beralih dari Analog ke Digital. Nantinya lebih memanfaatkan penggunaan digital dibandingkan dengan yang serba fisik, lebih menekankan pada digital skill, native digital. Selanjutnya mengubah dari Triple Helix ke Multiple Helix. Ini berarti terdapat penambahan elemen baru yaitu peran masyarakat dan interaksi dengan lingkungan alam dalam menciptakan pembangunan ekonomi dan pembentukan inovasi baru. Di mana inovasi tersebut berasal dari interaksi kolaborasi antar universitas dengan industri, pemerintah, masyarakat, dan lingkungan alami.
“Terakhir perubahan dari Eksekutif ke Inklusif. Ini lebih menekankan pada proses dalam merespon kebutuhan yang beragam dan berbeda dari setiap mahasiswa. Dapat dilakukan melalui peningkatan partisipasi dalam belajar, budaya dan masyarakat serta meminimalisir eksklusifitas di dalam pendidikan. Lebih mencakup perubahan dan modifikasi dalam isi pendekatan struktur dan strategi yang dapat mendukung kebutuhan semua mahasiswa sesuai dengan yang dibutuhkannya,” jelas Prof. Prabang.
Prof. Prabang menambahkan dunia universitas diibaratkan miniature Process Decisions Program Chart (PDPC). PDPC adalah diagram yang mengidentifikasi langkah-langkah antisipasi dalam pengambilan keputusan. Sementara dunia industri ibarat papan panah yang saling berkesinambungan dengan konsumen yang berada di tengah, sehingga harus bisa menyesuaikan dengan yang dibutuhkan konsumen.
“Maka dari itu, MKU Kewirausahaan tak hanya mengupas teori saja, tetapi harus melibatkan praktiknya. Juga bagaimana kita bisa mensinergisitaskan mata kuliah ini dengan dunia industri yang sangat komprehensif. Dengan demikian, mata kuliah kewirausahaan sangat penting untuk diberikan kepada semua mahasiswa,” tutup Prof. Prabang. Humas UNS
Reporter: Lina Khoirun Nisa
Editor: Dwi Hastuti